Bersiul ramai tangan-tangan berusaha melambai.
Panaspun bergegas menuju ketakutan.
Sekali lagi bergegas, lalu ditegur kegagalan.
Tidak ada pengertian; tidak ada larangan, tidak ada bentakan, tidak ada cinta.
Maaf tak pernah terucap, senyum belum terlihat, dan kita saling tak mengenal.
Angin ini terlalu rumit, tidak seperti Galih dan Ratna, atau Cinta dan Rangga, berbeda, kita tak pernah menyewa sutradara.
"Kau yang panas di kening"
"Kau yang dingin dikenang"
Ternyata kita tidak pernah kalah!
Tapi sial, kita menangis.
0 Komentar