Dokumenter

Tepat di malam yang disetubuhi jenuh, rayuan-rayuan datang tanpa perlu jabat tangan. 
Perumpamaan-perumpamaan ramah seolah bising di atas kipas rusak, berdecik, melengking. 

Sepertinya, ya sepertinya diksi ini berantakan, berjarak tak karuan, membuat ruang-ruang tak nyaman. 
Sehingga kita malu kepada siapa saja yang sedang tampil di atas panggung drama musikal, drama yang syahdu. 
Aku, kamu, kita semua menikmatinya, sebab di atas sana tidak ada cerita cinta, di atas hanya ada sambaran petir, terus menyambar, terus tersambar, terus menunggu di atas awan biru, sial... awannya hanya properti, begitupun... ya begitupun hati. 

Malam tak pernah mewah, cinta tak pernah indah, hidup, mati di atas gedung merah, seribu kali mencoba, gagal tak kunjung tiba, drama ini perlu gagal, siapapun! Tolong bawa gagal itu kemari, seduhkan kopi, kita perlu dia untuk menyambut surya pagi nanti. 

Lantas untuk apa pagi datang tanpa busana? Matahari sudah lanjut usia, bodoh, kita lupa drama itu belum lapuk jua, matikan lampu, pakai air mata saja, biarkan dia pergi. 

Biarkan dia pergi merawat mawarnya, menjaga melatinya, menyirami cempaka, bersenang ria dengan kamboja.
Tolong pastikan! 
"Jangan sampai ada yang gugur sebelum mekarnya”

Posting Komentar

0 Komentar

Cari Blog Ini