Buku, Pesta dan Cinta, adalah hal yang paling lekat untuk muda-mudi yang menyandang gelar sebagai Mahasiswa. Slogan itu cukup masyhur dikalangan Mahasiswa pada tahun 1960 an, khususnya Mahasiswa UI. Bagi Mahasiswa yang ikut berjuang pada peristiwa 98 itu menjadi kekuatan emosional tersendiri, slogan itu menjadi semacam spirit. Kemudian selain slogan itu menjadi lirik mars kebanggaan UI, slogan itu juga dijadikan salah satu judul buku oleh Gie, Sekali Lagi : buku, pesta dan cinta di alam bangsanya.
Buku, Pesta dan Cinta menjadi representasi kehidupan sehari-hari pemuda umur 19-23 tahun yang menyandang sebagai Mahasiswa. Kehidupan yang selalu bercengkrama dengan nilai-nilai intelektualitas, yang selalu ngotot akan hal yang bebas, dan menjalani kehidupan yang selalu dipenuhi dengan cinta.
Rupanya akan sangat membosankan jika saya menjelaskan arti dan makna slogan itu secara maknawi, agaknya akan lebih asik dan seru jika kita mendiskursuskan slogan tersebut dengan pengalaman yang tidak ganjil, pengalaman yang benar-benar kita rasakan bersama-sama sebagai Mahasiswa. Walaupun secara garis besar Buku, Pesta dan Cinta dipopulerkan oleh Mahasiswa UI, rasa-rasanya slogan itu dapat cikangkup oleh seluruh kaum intelektual.
Kehidupan yang dipadati dengan diskusi, debat dan bercinta sepertinya baru akan terasa manis jika kita rasakan di masa-masa sarjana, pada masa-masa seperti ini semestinya bukan nilai-nilai berbentuk angka yang harus kita glorifikasikan, pada dasarnya di waktu semacam ini tidak harus ada kata “mesti” yang harus kita dengar, kita bebas melakukan banyak hal, kita bebas berpikir apa saja, kita bebas menjadi apa saja, kecuali jadi Tuhan. Mengenai kata diskusi dan debat, belakangan ini saya melihat dan mendengar, tidak!! Sama sekali tidak menonton, saya cuma melihat dan mendengar beberapa acara debat pilkada, sumpah isinya membuat saya bengong. Perdebatan yang mereka lakukan bahkan lebih heboh dan asik diskusi yang sering kami gelar di kantin belakang kampus. Pernyatan-pernyataan yang mereka lontarkan seolah pernyataan yang memang tidak siap menjadi pemimpin daerah, bahkan mereka membaca teks untuk sekedar berbicara dan menjawab pertanyaan, tidak masalah jika teks yang mereka lihat adalah data dan fakta soal pertanyaan, masalahnya teks tersebut menjadi semacam pemandu bicara mereka, ah sial mereka seperti Mahasiswa semester satu yang sedang presentasi di FAI, oh atau semester tujuh juga masih ada? Hehehe gapapa, asal nanti jangan nyalon jadi Bupati aja deh.
Selain pernyataan, pertanyaan-pertanyaan mereka cukup menggelitik, saya tidak akan memberi contoh pertanyaannya apa, jadi silakan teman-teman lihat dan dengar sendiri, ingat sekedar lihat dan dengar jangan sampai ditonton!!
Kembali lagi pada Buku, Pesta dan Cinta, sebenarnya saya amat keberatan membawakan opini soal ini, menurut saya ini sudah terlalu tinggi jika diletakan pada blog yang ecek-ecek, ya sejujurnya saya malu meletakan Buku, Pesta dan Cinta pada laman yang sama sekali tidak mewakili slogan tersebut. Tapi ini serius, bahwa masa-masa yang sedang kita rasakan sekarang akan lebih asik jika dipenuhi dengan ambisi-ambisi untuk tau tentang seluruh jagat raya, kita akan lebih merasa asik jika setiap hari tidak dibebankan apa-apa, kita akan lebih menarik jika kerumitan ngampus dibumbui oleh percintaan (engga harus pacarana wkwk).
Selama saya kuliah, saya justru merasakan ada beberapa konstalasi yang berbeda pada prinsip Buku, Pesta dan Cinta, saya merasakan ada beberapa yang memilih atap berbeda dari nilai-nilai tersebut, ya walaupun nilai-nilai ke Mahasiswaan cukup absurd tapi sebagai Mahasiswan sendiri sepertinya kita akan lebih mudah mengidentifikasnya sendiri. Mereka melepas tanggung jawab ke Mahasiswaannya dengan sama sekali tidak jantan, dan alih alih seperti itu mereka menusuk dan memabanting nilai tersebut, bahwa mereka menganggap menjadi Mahasiswa hanya serangkaian hidup kita yang kecil, menjadi Mahasiswa sesederhana menjemput kertas-kertas yang nanti akan disodorkan kebeberapa kantor tempat mereka akan bekerja. Saya setuju, sangat amat setuju, kalau menjadi Mahasiswa selain menjadikan kita sebagai manusia yang kritis, salah satu bonus lainnya adalah mendapat kerja yang layak, tapi kalau kita yakin dan percaya bahwa bonus itu akan tecapai kenapa harus meninggalkan nilai-nilai kemahasiswaan? Lagi-lagi Buku, pesta dan cinta hanya sebatas slogan yang populer, selebihnya kita berpikir sendiri sendiri. Kaya memang penting tapi melewati masa-masa kuliah itu jauh lebih penting. Dan jangan sampai slogan Buku, pesta dan cinta terganti dengan Uang, kerja dan wanita.
Mungkin ada beberapa alasan kenapa mereka (mungkin saya akan terjerumus arusnya juga), terlalu memikirkan masa depan setelah perkuliahan, ya kembali lagi, karena menyandang gelar Mahasiswa tidak hanya dituntut untuk menjadi benar dan pintar, tapi biasanya akan ditagih, “kamu kerjanya apa?, Gajinya gede engga? Dan blab la bla” itu mungkin salah satunya yang sering mengotori masa-masa yang harusnya menikmati pergelutan dengan buku jadi hilang seperti debu. Hakikatnya Buku, Pesta dan Cinta tidak membicarakan hal sampai jauh kesana, artinnya menjadi Mahasiswa pun tidak pernah ada jaminan sampai menjamin masa depan, menjadi Mahasiswa hanya menjamin bahwa setelah lulus kita akan mendapatkan bidang ilmu yang kita inginkan, ya selebihnya seperti pekerjaan, jabatan, kesejahteraan keluarga, biaya kelahiran anak, tagihan asuransi, dll ya itu masalah pribadi.
Jadi, jangan lupa membaca, berpesta dan bercinta!!!
Selamat Hari Guru bagi yang merayakannya!!
0 Komentar