BEM FAI LEMAH?

Kemarin kami mendapat kabar gembira bahwa beberapa orang sudah mulai meningkatkan daya kritisnya lewat mendobrak kebijakan dengan kebijakan, ini menjadi salah satu kabar gembira buat kami, karena inilah sebenarnya yang diperlukan mahasiswa, "ajang kritis". 

Pada setiap kebijakan yang ditawarkan setiap lembaga tentunya menjadi hal yang amat dipertimbangkan, karena pada dasarnya semua hal tentu disentralkan kepada kesejahteraan mahasiswa, perkembangan mahasiswa, dan daya kreatif mahasiswa, dengan cara  apa? Banyak contohnya, kalau benar pengin tahu, coba pantau  setiap hari di media sosial lembaga tertentu, pasti subtansi dan esensi ditujukan untuk mahasiswa. 

Sebagai orang yang dilebihkan amanah tentu kita perlu sadar bahwa setiap kita harus dan mesti sering-sering mawas diri terhadap apa yang kita ucap dan kita tulis, sebab bisa jadi semua yang keluar dari diri kita yang bersifat serius ataupun tidak bisa jadi kelak akan menjadi kebijakan, entah menjadi kebijakan yang bajik atau menjadi hal yang picik.

Kami sadar betul, dari semua apa yang kita kerahkan, tenaga, ide, dan juga gagasan masih jauh dari kata apik.


Agaknya, tidak setiap yang diberi amanah mengerti itu. oh atau memang pura-pura tidak mengerti saja? Atau sudah diajarkan tapi memang tidak mengerti? 
Tidak tahu, kami pun sering geleng-geleng kepala.

Beberapa jam belakangan, kami merasa dikritik oleh sebagian orang yang katanya mempunyai "power" mengenai proker kami, tapi agaknya kami mengira bahwa itu semacam sesuatu yang sangat manis, sebab kritik yang diluncurkan terlihat sama sekali seperti orang yang tidak memiliki "power". Kalau tidak percaya lihat saja sendiri, hehhe. Hampir-hampir asumsi kami menjadi asumsi yang paling kasar, kami hampir berasumsi bahwa kritik itu datang dari sesuatu yang tidak memiliki power, ternyata salah, ternyata kritik itu datang dari orang yang memilki power, lebih tepatnya orang yang tidak mampu mengendalikan power, ini menjadi buah simalakama, kami harus mengamini bahwa mereka lemah, atau mengamini kalau mereka bodoh saja? Sungguh power itu tertutup oleh kebodohannya. 

Kerap menjadi pertimbangan ketika kami menjalankan suatu program kerja, karena menurut kami proker adalah upaya maksimum untuk mengindentifikasi apakah kami subtansial atau tidak? 
Percayalah kami tidak pernah lupa pada visi kami sejak awal, kami sama sekali tidak lupa, dan masyakarat FAI selalu menjadi objek pertimbangan utama, mengenai pengembangan diri, aktualisasi, daya kreativitas, dan juga nilai kritis. Mungkin salah satu tujuan kami mengemukakan visi itu agar hal-hal seperti di atas tidak terjadi. Jangan sampai seseorang merasa sudah paling kritis tapi nyata nihilis, kalau sudah begitu miris sekali. 

Data, realiata, dan juga analisa amat sangat perlu menjadi bahan hipotesa, lebih-lebih pada landasan kritisme.

Dan pada akhirnyan kami menganggap bahwa insiden yang sedang terjadi sekarang bukan kritik tapi proses menghalang-halangi, kami tidak tahu persis  tujuan utamanya apa, yang pasti itu didasari dengan hal yang sangat tegesa-gesa.

Jadi, apakah kita perlu bicara?

Posting Komentar

0 Komentar

Cari Blog Ini