Melebur

Kemarin hal yang menyenangkan, biasa saja. Alasan-alasan itu muncul kepermukaan, menembus perkiraan dan mendobrak ketidak pastian, kemarin menyenangkan, sekarang juga, mudah² an besok bahagia. 

Tidak bisa digambarkan selelah apa, tidak bisa diceritakan seseru apa, tidak bisa di tuliskan se patah hati apa, semacam rahasia tapi sudah tahu semua.

Aku membeli huruf dan angka, aku membeli sumber tenaga, aku membeli canda dan tawa, aku memegang erat hal yang serupa, aku membawa pulang cinta dan luka, kehati-hatian itu yang membuat kasur ini bernoda.  

Jakarta waktu itu sedang dekat²nya dengan matahari, pun aku sedang dekat²nya sama apa yang kucari. Aku mesra² an dengan polusi, jalanan yang tak pernah sepi, dan kumpulan riuh musisi dalam negri, aku cukup duduk di alas berupa rumput, mengobrol hal celaka, menyantap jajanan pesta dan minum mineral yang tak kutahu mereknya. 
Bunga terlihat galak, entah belum disiram daunnya atau belum dipupuk bagian durinya, aku masih kurang paham padanya. 
Aku sudah sedekat kepompong dan ulat, aku sudah terlambat, tapi katanya masih sempat, memang seperti itu, susah rasanya dekat². 
Mungkin sempat jakarta memberi salam tahun lalu, katanya "nanti berkabar saja". Aku katakan "aku tak janji, ini sedikit rumit". Bunga berbeda dari gersang disana, bunga itu wangi, manis, senyum tipis (cenderung jutek), dan yang pasti aku mulai mendekatinya tanpa alasan. Entah sejak kapan hal ini terjadi, entah.

Posting Komentar

0 Komentar

Cari Blog Ini